Pemilihan umum (Pemilu) adalah mekanisme
krusial dalam sistem pemerintahan demokrasi, yang memungkinkan masyarakat
menentukan pemimpin negara mereka. Berbeda dengan monarki absolut yang
menurunkan kekuasaan secara turun-temurun, Pemilu melibatkan rakyat secara
langsung dalam proses pengambilan keputusan politik.
Pemilu di Dunia Kuno
Konsep pemilihan umum sudah ada sejak
zaman Yunani kuno dan Kekaisaran Romawi, terutama pada era republik. Kedua
peradaban ini memperkenalkan ide dasar demokrasi, meskipun pelaksanaannya
sangat berbeda dari yang kita kenal saat ini. Kata "demokrasi"
sendiri berasal dari bahasa Yunani demokratia, yang berarti "kekuasaan
rakyat".
Di Yunani kuno, pemilihan tidak dilakukan
melalui kotak suara atau tempat pemungutan suara modern. Sebaliknya, masyarakat
berkumpul di amfiteater untuk menentukan kandidat secara langsung. Hanya
laki-laki bebas yang memiliki hak untuk ikut serta, sementara perempuan dan
budak dilarang terlibat. Proses ini melibatkan kehadiran fisik dan keputusan di
hadapan Majelis.
Contoh dari sistem pemilihan di Athena
adalah penentuan pengawas melalui sistem undian. Setiap warga negara yang
memenuhi syarat mendapatkan token, yang dimasukkan ke dalam mesin pemilihan
khusus bernama kleroterion. Mesin ini akan secara acak menentukan kandidat
dari setiap suku untuk duduk di Dewan 500, yang berfungsi mirip dengan senat
atau dewan perwakilan daerah.
Evolusi Pemilu di Indonesia
Indonesia, yang telah merdeka sejak
1945, akan mengadakan pemilihan umum (pemilu) ke-13 pada 14 Februari 2024.
Sejak pemilu pertama pada 1955, pelaksanaan pemilu di Indonesia telah mengalami
banyak perubahan dan transformasi.
Pemilu 1955: Awal Demokrasi
Pemilu pertama Indonesia dilaksanakan
pada 1955 dengan dua tahap: pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan
anggota Konstituante. Pada masa itu, 30 partai politik berpartisipasi, dan
hasilnya menunjukkan dominasi beberapa partai besar seperti Partai Nasional Indonesia
(PNI), Masyumi, Nahdlatul Ulama (NU), dan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Menurut Profesor Herbert Feith dalam
bukunya “Pemilihan Umum 1955 di Indonesia”, pemilu ini dianggap sebagai
"eksperimen demokrasi" karena Indonesia masih baru dalam menerapkan
sistem demokrasi. Meskipun belum sempurna, pemilu 1955 berhasil membuktikan
bahwa Indonesia mampu menyelenggarakan pemilihan umum.
Orde Baru (1971-1997): Dominasi Golkar
Masa Orde Baru di bawah Presiden
Soeharto dimulai pada 1971, ketika Golkar menjadi partai dominan dalam setiap
pemilu. Selama periode ini, partai-partai politik mengalami konsolidasi menjadi
hanya tiga: Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golkar, dan Partai Demokrasi
Indonesia (PDI). Golkar, yang memiliki dukungan pemerintah, selalu memenangkan
pemilu dengan perolehan suara yang sangat tinggi, seperti pada Pemilu 1977 dan
1997.
Era Reformasi (1999): Reformasi Politik
Pemilu 1999 menandai awal era reformasi
setelah jatuhnya Orde Baru. Dengan Presiden Soeharto yang lengser, pemilu ini
memperkenalkan perubahan besar dalam lanskap politik Indonesia. Komisi
Pemilihan Umum (KPU) dibentuk sebagai penyelenggara resmi pemilu, dan puluhan
partai politik bermunculan.
Pemilu 1999 diikuti oleh 48 partai,
dengan PDI-P sebagai pemenang terbanyak di DPR. Meskipun PDI-P berhasil
memenangkan pemilu legislatif, MPR memilih Abdurrahman Wahid dari PKB sebagai
presiden. Era reformasi ini juga melahirkan partai-partai baru yang masih
berperan penting dalam politik Indonesia saat ini, seperti Partai Demokrat,
PKS, PKB, dan PAN.
Kesimpulan
Sejarah pemilu, baik di dunia maupun di
Indonesia, menunjukkan perjalanan panjang dalam perkembangan sistem demokrasi.
Dari pemilihan ala Yunani kuno hingga evolusi pemilu di Indonesia, proses
pemilihan umum terus berkembang untuk mencerminkan dinamika politik dan
kebutuhan masyarakat.
Pemilu bukan hanya tentang memilih
pemimpin, tetapi juga merupakan cerminan dari prinsip-prinsip demokrasi dan
partisipasi publik. Dengan memahami sejarah dan perkembangan pemilu, kita dapat
menghargai lebih dalam pentingnya sistem ini dalam menjaga kestabilan dan
keadilan dalam pemerintahan.
Sumber bacaan: nationalgeographic, voaindonesia,
sindonews