Kemiskinan

Showing posts with label Kemiskinan. Show all posts
Showing posts with label Kemiskinan. Show all posts

05 August 2025

Hasil CKG di 72 Sekolah Rakyat


 

ckg
cek kesehatan gratis di sr

Hasil Cek Kesehatan Gratis (CKG) yang dilakukan di 72 Sekolah Rakyat pada 2025 mengungkap tiga masalah kesehatan utama yang paling banyak dialami para siswa:

1. Masalah Kesehatan Gigi  
Sekitar 46-49% siswa mengalami masalah gigi, menjadikannya temuan terbanyak dalam pemeriksaan ini. Hal ini menyoroti rendahnya mutu kesehatan gigi dan mulut di kalangan siswa sekolah rakyat, serta pentingnya edukasi dan intervensi kesehatan gigi secara dini.

2. Kurang Bugar  
Sekitar 30-33% siswa dinyatakan kurang bugar. Kondisi kebugaran fisik yang kurang baik dapat berdampak pada penurunan konsentrasi dan prestasi belajar, serta meningkatkan risiko penyakit kronis di masa mendatang.

3. Anemia dan Gangguan Mata  
Selain dua masalah utama di atas, ditemukan pula sekitar 26% siswa mengalami anemia, serta gangguan kesehatan mata dan kesehatan mental seperti kecemasan akibat penggunaan gadget berlebih dan faktor lain.

CKG di sekolah rakyat ini juga memeriksa aspek kesehatan lain seperti status gizi, tekanan darah, aktivitas fisik, kesehatan jiwa (mental), dan riwayat imunisasi. Pemeriksaan ini menjadi referensi penting bagi puskesmas untuk menindaklanjuti masalah-masalah kesehatan siswa, baik secara individual (rujukan ke puskesmas) maupun kelompok (edukasi kesehatan di sekolah).

Setelah temuan masalah kesehatan di 72 Sekolah Rakyat, pada point-point di atas, pemerintah mengambil langkah-langkah berikut:

1. Pelaksanaan Pemeriksaan Lanjutan  
Anak-anak yang ditemukan bermasalah dalam cek kesehatan akan dirujuk ke Puskesmas atau layanan kesehatan resmi untuk pemeriksaan dan pengobatan lebih lanjut secara individual. Program Cek Kesehatan Gratis (CKG) juga dilakukan secara rutin dan berkelanjutan untuk memperluas cakupan pemeriksaan kesehatan anak sekolah di seluruh Indonesia.

2. Program Edukasi dan Intervensi di Sekolah  
Untuk masalah yang bersifat kelompok atau tren, seperti banyak anak yang obesitas, kurang bugar, atau memiliki masalah mata dan gigi, sekolah bersama Puskesmas akan menyusun program edukasi kesehatan, pola hidup sehat, dan peningkatan kebugaran fisik secara bersama-sama.

3. Peningkatan Akses dan Infrastruktur Kesehatan Sekolah  
Pemerintah menargetkan pelaksanaan CKG menyeluruh mencapai 53 juta siswa di 282 ribu satuan pendidikan, termasuk sekolah negeri, madrasah, pesantren, dan sekolah rakyat berasrama. Hal ini juga diiringi dengan perbaikan fasilitas kesehatan di sekolah dan madrasah agar dapat mendukung kesehatan siswa lebih baik.

4. Deteksi dan Penanganan Kesehatan Jiwa  
Pemerintah mulai memperkenalkan pemeriksaan kesehatan jiwa guna mendeteksi gangguan psikologis seperti kecemasan dan depresi akibat pengaruh gadget dan media sosial, sehingga bisa dilakukan penanganan dini.

5. Pemberdayaan Melalui Kolaborasi Multi-Kementerian  
Program CKG ini melibatkan kerja sama lintas kementerian (Kesehatan, Pendidikan, Agama, Sosial, Kominfo, Dalam Negeri), agar pelaksanaan, pendataan, dukungan teknis, dan penanganan masalah kesehatan siswa optimal dan tepat sasaran.

Langkah-langkah di atas bertujuan membangun generasi sehat, tangguh, dan siap belajar dengan kondisi fisik dan mental prima, terutama bagi siswa sekolah rakyat yang berasal dari keluarga miskin dan miskin ekstrem. Pemerintah berkomitmen memastikan hasil temuan CKG menjadi dasar aksi nyata memperbaiki dan meningkatkan kesehatan anak sekolah secara menyeluruh dan berkelanjutan.

sumber bacaan: detiktempobalkesmasmagelang

01 August 2025

Angka Kemiskinan BPS 2025, antara Kota dan Desa


kem
Laporan BPS

Badan Pusat Statistik (BPS) kembali merilis angka kemiskinan nasional terbaru hari ini, 25 Juli 2025. Berdasarkan data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2025:
  • Tingkat kemiskinan tercatat sebesar 8,47 persen (lebih rendah dari 8,57 persen pada September 2024). 
  • Jumlah penduduk miskin juga berkurang menjadi 23,85 juta orang.

Berdasarkan sample dari Ada sekitar 345.000 rumah tangga Susenas pada Maret 2025, "Garis Kemiskinan" yang dihitung berdasarkan pengeluaran kebutuhan dasar rumah tangga, baik makanan maupun non-makanan:

  • rata-rata garis kemiskinan nasional tercatat sebesar Rp609.160 per kapita per bulan
  • Artinya, rumah tangga miskin dengan rata-rata 4,72 anggota rumah tangga yang pengeluarannya berada di bawah Rp2.875.235 per bulan.

  • Tingkat kemiskinan di perdesaan adalah 11,03 persen, mengalami penurunan, dan 
  • Perkotaan sebesar 6,73 persen, mengalami kenaikan.



sumber: bps

 



28 July 2025

Gerakan Menabung Melawan Judol


 

men
blokir rekening dormant

PPATK memakai istilah diblokir terkait rekening bank nganggur atau dormant dalam kegiatan melaan judi online (judol). Sebelumnya di Indonesia, pernah digalakkan gerakan menabung seperti Gerakan Indonesia Menabung (2010) atau GENCARKAN (CANANGKAN GERAKAN NASIONAL CERDAS KEUANGAN, 2024) yang juga berusaha mengerus risiko penyelewengan seperti judol di tengah masyarakat. 

Apa Itu Gerakan Menabung?
Sejak 2010, pemerintah telah mencanangkan Gerakan Indonesia Menabung. Tujuannya sederhana tapi sangat vital: memperluas akses keuangan dan mengajak masyarakat dari segala usia, profesi, dan tingkat ekonomi untuk rajin menabung di bank. Dengan rekening tabungan bernama TabunganKu, misalnya, masyarakat cukup menyetor minimal Rp20.000 di bank umum atau Rp10.000 di BPR tanpa biaya administrasi – jauh lebih mudah untuk rakyat kecil. Presiden RI (tahun 2010) Jokowi menggambarkan andai separuh dari 80 juta orang dewasa yang belum punya rekening mulai menabung rata-rata Rp100.000 saja, tabungan nasional bisa bertumbuh triliunan rupiah (Rp. 4 triliun), yang akhirnya menjadi modal ekonomi kerakyatan.

Menabung berarti memindahkan sebagian pendapatan hari ini untuk masa depan. Dana masyarakat yang dikumpulkan perbankan bisa dikembalikan ke masyarakat lagi melalui kredit usaha rakyat, pendidikan, dan pembangunan lain. Inilah sebabnya menabung secara nasional sangat didorong dan digencarkan oleh pemerintah!

Apa Itu GENCARKAN?
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan GENCARKAN, singkatan dari Gerakan Nasional Cerdas Keuangan, pada 2024 sebagai respons atas masih rendahnya literasi dan inklusi keuangan masyarakat. Masyarakat umum perlu dikuatkan dari maraknya aktivitas keuangan ilegal dan judi online (Judol). Program ini bertujuan memberdayakan semua kelompok usia dan profesi agar cermat mengatur keuangan, menghindari investasi dan pinjaman ilegal, serta menjadikan tabungan sebagai budaya sehari-hari.

Target jangka menengah: tahun 2025, 90% pelajar sudah punya tabungan; dan pada 2045, 98% masyarakat mendapat akses produk/layanan keuangan formal.

PPATK: Rekening Nganggur Bisa Diblokir
Kata “diblokir” menjadi momok bagi yang suka abai pada rekening bank. Sejak Juli 2025, PPATK mengimbau perbankan untuk membekukan rekening dormant yaitu rekening yang tidak bertransaksi selama minimal 3 bulan. hal ini disebabkan oleh indikasi "penjahat keuangan" memanfaatkan rekening dormant untuk deposit dari aktivitas ilegal: judi online, pencucian uang, transfer hasil penipuan, perdagangan narkoba, hingga jual-beli rekening.

Namun kebijakan ini secara langsung menggerus jumlah rekening tabungan masyarakat. Kontraproduktip terhadap gerakan menabung masyarakat.

Banyak rakyat Indonesia yang belum punya rekening bank, utamanya karena merasa prosesnya rumit, syarat terlalu banyak, atau penghasilan kecil. Padahal menabung bermanfaat langsung untuk pendidikan, kesehatan, dan dana darurat keluarga. Menabung memberikan akses ke berbagai layanan keuangan seperti kredit usaha mikro, asuransi pendidikan, bahkan modal kerja tanpa harus terjerat pinjaman gelap atau judi online. Semakin banyak masyarakat menabung, semakin kuat dan stabil bank-bank nasional: negara jadi lebih tahan terhadap krisis, perbankan makin berperan membantu pembangunan.

sumber berita: detiksetnegojk

10 February 2025

Anak Mahasiswa Indonesia


 

stu
Kesempatan Mahasiswa

Indonesia punya banyak  anak muda yang berjuang dan melawan berbagai keterbatasan dalam meraih pendidikan tinggi. Sebut saja Annisa, David, dan tren anak muda yang pergi jauh ke Inggris Raya adalah bukti bahwa 'anak buruh', 'impian studi ke 'Inggris', dan karier sebagai 'dosen' bisa diraih dengan tekad dan strategi yang tepat.

Anak Buruh yang Menjadi Dokter
Annisa, putri seorang buruh pabrik di Semarang, membuktikan bahwa latar belakang ekonomi keluarga bukan penghalang untuk meraih gelar dokter. Dengan IPK 3,96 dari Universitas Diponegoro (UNDIP), perjalanannya dipenuhi pengorbanan. Orang tuanya bekerja keras demi biaya kuliah, sementara Annisa memanfaatkan beasiswa dan kerja paruh waktu untuk bertahan.  “Saya sering belajar sampai larut malam sambil membantu ibu menjual makanan kecil,” ceritanya. Kisah Annisa mengingatkan kita bahwa sistem beasiswa dan dukungan komunitas sangat penting untuk memutus rantai kemiskinan melalui pendidikan.  

Studi ke Inggris Raya  
Sementara Annisa berjuang di dalam negeri, banyak pemuda Indonesia kini membidik kampus di luar negeri, misalnya Inggris. Minat kuliah ke Inggris naik 25% dalam 3 tahun terakhir. Alasannya beragam: kualitas pendidikan, jaringan global, dan peluang kerja internasional.  Tapi bagaimana dengan biaya? Inggris memang mahal, tapi program beasiswa seperti LPDP, Chevening, atau dana dari kampus sendiri (seperti scholarship Oxford atau Cambridge) bisa jadi solusi. Selain itu, banyak mahasiswa memilih jurusan yang lebih terjangkau di kota kecil seperti Newcastle atau Edinburgh, sambil bekerja paruh waktu. Yang menarik, tak sedikit anak dari keluarga kurang mampu yang berhasil ke Inggris dengan kombinasi beasiswa dan pinjaman pendidikan. Ini menunjukkan bahwa impian studi ke luar negeri bukan hanya untuk kalangan elite.  

Dosen
Jika Annisa mengukir prestasi di dalam negeri, David memilih jalur berbeda. Setelah lulus S1 di Indonesia, ia mengambil S2 dan S3 di Inggris hanya dalam 3 tahun berkat program fast-track yang intensif. Kini, di usia 28 tahun, ia menjadi dosen di universitas ternama Thailand.  “Kuncinya adalah fokus dan manajemen waktu. Saya juga aktif riset sejak S1 agar bisa langsung berkontribusi di S3,” ujarnya. Kisah David membuktikan bahwa gelar doktor dan karier akademik bisa diraih lebih cepat jika kita punya perencanaan matang.  

Pendidikan sebagai Tangga Mobilitas Sosial  
Kisah Annisa, David, dan ribuan mahasiswa Indonesia di Inggris mengajarkan satu hal: pendidikan tetap menjadi alat paling ampuh untuk mengubah nasib. Anak buruh bisa jadi dokter, anak desa bisa kuliah di Oxford, dan lulusan S3 bisa jadi dosen di usia muda. Yang diperlukan hanyalah keberanian untuk bermimpi, kerja keras, dan dukungan sistem yang inklusif.  Bagi masyarakat umum, jangan biarkan latar belakang ekonomi membatasi langkah anak-anak Indonesia meraih pendidikan tertinggi!
 
sumber berita:

09 February 2025

Rusun, Dilema Hunian bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah


 

rus
Rusun: Rumah Susun

Rumah susun (rusun) seharusnya menjadi solusi hunian layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Namun, persoalan seperti pembatasan masa sewa, relokasi paksa seperti di Kampung Bayam, dan masalah tunggakan sewa justru menambah beban warga.   

Kami Mau Tinggal di Mana?  
Isu pembatasan masa sewa rusun ramai diperdebatkan setelah warga Rusun Marunda, Jakarta Utara, menolak kebijakan pemerintah yang membatasi masa hunian maksimal 10 tahun. Bagi banyak keluarga, rusun bukan sekadar tempat tinggal sementara, tapi “rumah” yang mereka bangun dengan kenangan dan usaha.  “Kalau diusir, kami harus ke mana? Tidak ada tabungan untuk beli rumah,” keluh salah seorang warga. Kebijakan ini dianggap mengabaikan kondisi ekonomi mereka yang sulit mencari alternatif hunian terjangkau. Pemerintah beralasan pembatasan diperlukan agar rusun bisa dinikmati lebih banyak keluarga. Namun, solusi konkret bagi warga yang harus pindah belum jelas. Apakah ada jaminan mereka akan mendapat rumah pengganti?  

Kampung Bayam  
Kisah pilu datang dari Rusun Kampung Bayam, Jakarta Timur. Setelah bertahun-tahun jadi polemik, ratusan penghuni akhirnya dipindahkan ke rusun baru di Jalan Tongkol. Meski terdengar positif, proses ini tidak mulus. Banyak warga mengaku dipaksa pindah tanpa persiapan memadai.  “Di sini (Jalan Tongkol) lebih sempit, fasilitas belum lengkap,” protes seorang ibu. Relokasi seringkali dianggap sebagai “solusi instan” tanpa mempertimbangkan kebutuhan dasar warga, seperti akses kerja, sekolah anak, atau lingkungan sosial. Kasus Kampung Bayam menjadi cermin betapa kebijakan perumahan seringkali “terburu-buru” dan minim partisipasi warga.  

Tunggakan Sewa
Masalah lain yang menghantui penghuni rusun adalah tunggakan swae. Di Rusun Pinus Elok, Jakarta Timur, banyak warga menunggak hingga puluhan juta rupiah. Penyebabnya beragam: PHK, biaya hidup naik, atau penghasilan tak tetap. Pemerintah sebenarnya memberi keringanan, seperti potongan denda atau skema cicil. Tapi bagi warga, ini bukan solusi jangka panjang. “Saya jualan gorengan, penghasilan pas-pasan. Kalau dipaksa bayar lunas, ya harus ngutang,” cerita seorang pedagang. Tunggakan sewa tidak hanya soal kemampuan bayar, tapi juga soal ketidakpastian ekonomi yang menghimpit masyarakat kecil.  

Solusi yang Manusiawi  
Akar masalahnya adalah kesenjangan antara kebijakan dan realita hidup warga. Pembatasan masa sewa, misalnya, perlu diimbangi dengan jaminan hunian pengganti. Relokasi seperti di Kampung Bayam harus melibatkan dialog dengan warga, bukan sekadar pindah alamat. Sementara tunggakan sewa butuh pendekatan fleksibel, seperti menyesuaikan tarif sewa dengan penghasilan. Pemerintah juga bisa belajar dari model pengelolaan rusun berbasis komunitas, di mana warga dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Selain itu, penting untuk memperkuat program bantuan sosial dan pelatihan kerja agar warga mampu membayar sewa tanpa terbebani.  

Rusun adalah tentang manusia, bukan sekadar beton. Setiap kebijakan harus mempertimbangkan hak warga untuk hidup layak. Pembatasan masa sewa, relokasi, atau penagihan tunggakan tidak boleh mengabaikan suara mereka yang terdampak. Dengan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan pihak terkait, rusun bisa benar-benar menjadi “rumah” yang memberi rasa aman, bukan sumber masalah baru.
 
sumber data: kompassindonewsdetik

16 December 2024

Data Kemiskinan Masyarakat


 

mis
Data Kemiskinan

Kemiskinan adalah masalah sosial yang kompleks dan mendalam di Indonesia. Menurut data terbaru, pemerintah berupaya untuk menyelesaikan masalah ini dengan menciptakan data tunggal kemiskinan yang diharapkan dapat selesai dalam waktu 100 hari. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa bantuan sosial (bansos) yang diberikan tepat sasaran dan efektif dalam mengurangi angka kemiskinan.

Pentingnya Data yang Akurat
Data yang akurat sangat penting dalam penanganan kemiskinan. Tanpa data yang jelas, program-program bansos sering kali tidak mencapai mereka yang benar-benar membutuhkan. Misalnya, banyak masyarakat yang masih tergantung pada bansos karena kemiskinan struktural yang mengakar. Ekonom menyebutkan bahwa ketergantungan ini disebabkan oleh kurangnya akses terhadap pendidikan dan lapangan kerja yang layak. Oleh karena itu, pengumpulan data yang tepat dan terintegrasi menjadi langkah awal yang krusial.

Judi Online Mengantar Kemiskinan
Di sisi lain, fenomena baru yang muncul adalah judi online, yang menjadi ancaman serius bagi masyarakat, terutama yang berada dalam kondisi ekonomi sulit. Banyak individu yang terjebak dalam lingkaran utang akibat perjudian, yang pada gilirannya memperburuk kondisi kemiskinan mereka. Judi online tidak hanya merugikan individu, tetapi juga berdampak pada keluarga dan komunitas secara keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa kemiskinan tidak hanya disebabkan oleh faktor ekonomi, tetapi juga oleh perilaku sosial yang merugikan.


Untuk mengatasi masalah ini, beberapa solusi dapat diterapkan, antara lain:

Pertama, pemerintah perlu memperkuat program pendidikan dan pelatihan keterampilan untuk meningkatkan daya saing masyarakat. Dengan memberikan akses yang lebih baik terhadap pendidikan, diharapkan masyarakat dapat keluar dari jeratan kemiskinan dan mengurangi ketergantungan pada bansos.

Kedua, perlu adanya regulasi yang lebih ketat terhadap judi online. Pemerintah harus bekerja sama dengan penyedia layanan internet untuk memblokir situs-situs judi yang ilegal dan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang risiko perjudian. Ini penting untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif yang dapat memperburuk kondisi ekonomi mereka.

Ketiga, penguatan data kemiskinan harus diiringi dengan transparansi dan akuntabilitas dalam distribusi bansos. Masyarakat perlu dilibatkan dalam proses pengawasan agar bantuan yang diberikan benar-benar sampai kepada mereka yang membutuhkan.

Perubahan Positif
Kemiskinan adalah masalah yang memerlukan perhatian serius dari semua pihak. Dengan data yang akurat, program bansos yang tepat sasaran, dan pengendalian terhadap judi online, kita dapat berharap untuk melihat perubahan positif dalam kondisi sosial ekonomi masyarakat. Mari kita dukung upaya pemerintah dan berperan aktif dalam menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera dan mandiri.
 
sumber berita:

08 September 2024

Apa Kata WHO: Upaya Kemanusiaan di Sudan


 

Upaya Kemanusian Di Sudan

Dalam sebuah cerita yang menguras emosi, kepedulian, dan harapan, Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), berbicara dengan nada keprihatinan yang dalam saat mengungkapkan situasi krisis kemanusiaan yang melanda Sudan. Lebih dari 20.000 jiwa telah meregang nyawa dalam konflik antara militer Sudan dan kelompok paramiliter Rapid Support Forces (RSF), sementara jutaan lainnya terpaksa meninggalkan rumah dan mencari tempat perlindungan di dalam negeri maupun di negara-negara tetangga. Angka-angka ini bukan hanya sekadar statistik dingin, melainkan representasi dramatis dari kesengsaraan yang nyata yang dirasakan oleh penduduk Sudan.

Tedros, dalam konferensi pers yang dilaksanakan di Port Sudan, menyoroti bahwa hampir setengah dari 25 juta penduduk Sudan berada dalam kebutuhan mendesak akan bantuan, sedangkan sektor kesehatan negara tersebut telah hampir lumpuh. Dalam panggilan emosionalnya, ia mengecam tindakan tidak memadai yang diambil dalam menanggapi krisis ini. "Skala darurat ini mengejutkan," ujarnya, mencerminkan ketidakberdayaan dalam menghadapi kehancuran yang meluas.

Dengan tekad yang teguh, Tedros mendorong dunia untuk bersatu dan memberikan bantuan kepada Sudan agar dapat keluar dari keterpurukan yang meradang saat ini. Ia menggarisbawahi urgensi dari situasi ini, bahwa Sudan membutuhkan sorotan penuh dunia untuk dapat memulihkan diri dari mimpi buruk yang melanda. Kepedulian akan keselamatan warga Sudan menjadi prioritas utama dalam panggilan WHO.

Pengungsi yang mencapai angka lebih dari sepuluh juta orang menyoroti skala masalah yang memprihatinkan di Sudan. Negara ini menjadi tuan rumah bagi jumlah pengungsi terbesar di dunia, sebuah fakta yang menunjukkan betapa mendesaknya tanggapan global terhadap tragedi ini. Tedros menekankan pentingnya sumber daya tambahan untuk memastikan kebutuhan dasar dari jutaan orang ini terpenuhi dengan baik.

Namun, tidak hanya masalah pengungsi yang menjadi perhatian WHO. Tedros dengan tegas meminta gencatan senjata, langkah yang dianggapnya mutlak diperlukan untuk mencapai solusi politik berkelanjutan. Perlindungan yang lebih baik terhadap fasilitas kesehatan dan akses yang aman untuk pasokan bantuan menjadi tuntutan mendesak demi memperluas program vaksinasi yang krusial, terutama dalam situasi konflik seperti yang tengah melanda Sudan. "Mengamankan fasilitas kesehatan adalah langkah awal yang penting untuk menyelamatkan jutaan nyawa, terutama yang paling rentan seperti anak-anak dan perempuan," ungkapnya dengan penuh kekhawatiran.

Tidak hanya sebagai kepala WHO, Tedros juga menyuarakan hati nurani kita sebagai manusia. Ia mengingatkan bahwa di balik setiap angka statistik adalah individu-individu yang merasakan penderitaan dan keputusasaan. Saat ini, Sudan membutuhkan lebih dari sekadar bantuan materi, tetapi juga empati, kebijaksanaan, dan tindakan kolektif dari seluruh dunia.

Dalam dunia yang sering kali terbagi oleh kepentingan-kepentingan nasional, Tedros Adhanom Ghebreyesus mengingatkan kita bahwa pada intinya, kita semua bagian dari satu keluarga besar, satu umat manusia. Dan sebagai keluarga, tugas kita adalah mendukung dan melindungi satu sama lain, terlepas dari batas-batas fisik atau politik yang mungkin memisahkan kita.

"Bangunlah, dunia," seru Tedros dengan penuh keberanian. Suara WHO ini menggema harapan bagi Sudan dan bagi kita semua, bahwa dengan solidaritas dan tindakan bersama, kita mampu mengubah mimpi buruk menjadi kenyataan yang lebih baik bagi semua.

 
sumber bacaan:

21 July 2022

Pembangunan Desa Indonesia


 

pem
Pembangunan Desa

Desa selalu menjadi bagian penting dalam pembangunan Indonesia. Dengan sekitar 74.961 desa di seluruh negeri, wilayah pedesaan memiliki potensi besar sebagai tulang punggung ekonomi sekaligus ujung tombak pembangunan berkelanjutan. Namun, realitas menunjukkan bahwa mayoritas penduduk miskin di Indonesia masih berada di desa. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sebagian besar masyarakat miskin tinggal di wilayah pedesaan, di mana akses terhadap layanan dasar seperti energi, pendidikan, dan infrastruktur masih sangat terbatas.  Di tengah tantangan tersebut, pembangunan desa yang berfokus pada pengentasan kemiskinan dan penyediaan energi yang berkelanjutan menjadi hal yang sangat penting. Dengan pendekatan yang tepat, desa tidak hanya bisa keluar dari kemiskinan, tetapi juga menjadi pusat inovasi energi bersih yang mendukung pembangunan nasional.  

Kemiskinan di Desa  
Kemiskinan di desa bukanlah hal yang baru. Banyak desa di Indonesia masih bergantung pada sektor agraris tradisional sebagai sumber penghidupan utama. Sayangnya, sektor ini sering kali tidak cukup stabil untuk mengangkat masyarakat keluar dari kemiskinan, terutama karena tantangan seperti perubahan iklim, harga komoditas yang fluktuatif, dan minimnya akses ke pasar.  Selain itu, keterbatasan infrastruktur juga menjadi salah satu faktor utama yang memperparah kemiskinan di desa. Laporan dari CNN Indonesia menunjukkan bahwa banyak desa yang masih belum memiliki akses penuh ke listrik, jalan yang memadai, hingga layanan kesehatan dan pendidikan. Dalam kondisi seperti ini, masyarakat desa terjebak dalam siklus kemiskinan yang sulit untuk diputus.  

Pembangunan Desa yang Berkelanjutan  
Salah satu langkah penting dalam pembangunan desa adalah meningkatkan akses energi. Energi tidak hanya menjadi kebutuhan dasar, tetapi juga sebagai penggerak utama pembangunan ekonomi dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.  Menurut laporan dari PLN, hingga tahun 2022, sebanyak 83.240 desa telah menikmati akses listrik. Capaian ini tentu patut diapresiasi, karena listrik membuka peluang besar bagi masyarakat desa untuk meningkatkan produktivitas, seperti menjalankan usaha kecil, menggunakan teknologi modern, dan memanfaatkan alat-alat pendidikan berbasis digital.  Namun, akses listrik saja tidak cukup. Desa juga harus mulai beralih ke energi bersih agar pembangunan berkelanjutan dapat tercapai. Artikel dari The Conversation menyoroti potensi desa sebagai ujung tombak energi bersih di Indonesia. Dengan memanfaatkan sumber daya lokal seperti tenaga surya, biomassa, dan mikrohidro, desa dapat mengembangkan pembangkit listrik skala kecil yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga lebih terjangkau bagi masyarakat lokal.  

Membangun Desa
1. Peningkatan Infrastruktur Dasar  
Pemerintah perlu terus berinvestasi dalam infrastruktur desa, seperti jalan, jembatan, dan akses internet. Infrastruktur yang baik akan membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat desa, seperti akses ke pasar yang lebih luas dan pengembangan wisata desa.  

2. Pengembangan Energi Terbarukan di Desa  
Desa memiliki potensi besar untuk menjadi pusat pengembangan energi bersih, seperti pembangkit listrik tenaga surya dan mikrohidro. Program ini tidak hanya memberikan akses energi yang stabil tetapi juga menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat lokal.  

3. Diversifikasi Ekonomi Desa  
Desa tidak bisa terus bergantung pada sektor agraris saja. Diversifikasi ekonomi, seperti pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM), kerajinan tangan, dan ekowisata, dapat membantu masyarakat desa mendapatkan pendapatan tambahan. 

4. Edukasi dan Pelatihan
Pemerintah dan sektor swasta perlu menyediakan pelatihan keterampilan bagi masyarakat desa, terutama dalam memanfaatkan teknologi modern dan mengelola usaha berbasis energi bersih.  

5. Kemitraan dengan Sektor Swasta dan Komunitas Lokal
Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan komunitas lokal sangat penting untuk memastikan keberlanjutan program pembangunan desa. Peran sektor swasta, seperti dalam penyediaan teknologi energi bersih, dapat mempercepat transformasi desa menjadi lebih maju.  

Pembangunan desa di Indonesia adalah kunci untuk mengatasi kemiskinan nasional. Dengan meningkatkan akses energi bersih, memperbaiki infrastruktur, dan mendiversifikasi ekonomi lokal, desa dapat menjadi pusat pertumbuhan yang berkelanjutan. Namun, upaya ini membutuhkan sinergi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat desa itu sendiri. Jika dikelola dengan baik, desa tidak hanya akan keluar dari kemiskinan, tetapi juga menjadi model pembangunan yang ramah lingkungan dan inklusif. Dengan pendekatan ini, impian Indonesia untuk menjadi negara maju yang berkeadilan sosial dapat terwujud, dimulai dari desa-desa yang menjadi pondasinya.
 
sumber berita
pln 
cnn 

05 January 2018

Kemiskinan Dunia 2017


THE LEGATUM PROSPERITY INDEX yang disusun oleh the Legatum Institute terhadap 149 negara di dunia. Terdapat sembilan komponen (disebut PIllars) yang diukur yaitu Economic Quality, Business Environment, Govermance, Personnal Freedom, Social Capital, Safety & Security, Education, Health dan Natural Environment. Yemen (36.36), Central African Republic (36.87), Sudan (38.39) Afghanistan (38.76) dan Chad (39.59) merupakan lima negara dengan tingkat kemiskinan terbawah. 

Indonesia berada di posisi 59 (dengan point 60.18), naik dua tingkat dari pada tahun 2016, di atas Philippines (59.33) dan Thailand (58.65).

Sumber Data :  THE LEGATUM PROSPERITY INDEX 2017

24 December 2015

Pengemis, Wajah Kemiskinan Kota


 

pen
Kemiskinan Kota

Kemiskinan di kota besar telah menjadi pemandangan yang sulit dihindari, terutama dengan hadirnya para pengemis di jalanan. Para pengemis sering kali dianggap sebagai cerminan nyata dari ketimpangan sosial yang terjadi di kota. Di satu sisi, mereka adalah simbol kemiskinan yang membutuhkan perhatian, namun di sisi lain, fenomena ini juga memunculkan pertanyaan tentang efektivitas kebijakan pemerintah dalam mengatasi kemiskinan perkotaan. Dalam artikel ini, kita akan membahas mengapa pengemis menjadi wajah kemiskinan kota, tantangan yang ada, serta upaya pengentasan yang layak diperjuangkan.  

Fenomena Pengemis di Kota
Kemiskinan di kota sangat kompleks, di mana pengemis menjadi salah satu wajah yang paling sering terlihat. Sebagai contoh, kasus yang dilaporkan oleh Antara News menunjukkan bahwa seorang kakek pengemis bisa memperoleh penghasilan hingga Rp3 juta per bulan dari aktivitasnya di jalanan. Angka ini menimbulkan kontroversi, karena menunjukkan bahwa tidak semua pengemis benar-benar berasal dari keluarga miskin. Bahkan, ada anggapan bahwa pengemis di kota besar sering kali menjadikan aktivitas mengemis sebagai profesi.  Namun, kita juga tidak bisa menutup mata terhadap fakta bahwa kemiskinan tetap menjadi akar masalahnya. Banyak dari mereka yang terpaksa mengemis karena tidak memiliki akses ke pekerjaan yang layak atau fasilitas sosial yang memadai. Seperti yang diungkapkan oleh Ridwan Kamil, saat menerima penghargaan Satyalancana Kebaktian Sosial, salah satu cara mengurangi kemiskinan adalah dengan menciptakan lapangan kerja baru dan memberikan pelatihan keterampilan bagi masyarakat miskin. Sayangnya, hal ini belum sepenuhnya menjawab kebutuhan masyarakat urban yang terus bertambah.  

Mengatasi Pengemis  
Ada beberapa tantangan besar dalam mengatasi fenomena pengemis di kota:  

1. Ketimpangan Sosial yang Terus Meningkat
Kota besar seperti Jakarta, Bandung, atau Surabaya kerap menjadi magnet bagi masyarakat desa yang mencari peluang hidup lebih baik. Namun, tidak semua dari mereka berhasil mendapatkan pekerjaan, sehingga akhirnya terjebak dalam kemiskinan dan memilih jalan pintas seperti mengemis.  

2. Eksploitasi Pengemis oleh Oknum
Fenomena pengemis tidak selalu murni sebagai akibat kemiskinan. Dalam beberapa kasus, pengemis dikelola oleh oknum tertentu yang memaksa mereka bekerja dan mengambil sebagian besar penghasilannya. Hal ini menjadikan pengemis sebagai korban eksploitasi, bukan hanya masalah sosial.  

3. Kurangnya Akses Pendidikan dan Keterampilan
Kemiskinan di kota sering kali dihubungkan dengan rendahnya tingkat pendidikan. Tanpa pendidikan atau keterampilan khusus, masyarakat miskin sulit bersaing di pasar kerja kota yang menuntut tenaga kerja terampil. Akibatnya, mereka tidak punya pilihan lain selain bekerja di sektor informal, termasuk mengemis.  

Pengemis di Kota  
Beberapa langkah konkret perlu dilakukan untuk mengatasi masalah pengemis sebagai wajah kemiskinan kota:  

1. Pemberdayaan Masyarakat Miskin
Pemerintah harus aktif memberikan pelatihan keterampilan kerja kepada masyarakat miskin agar mereka memiliki kemampuan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Program seperti pemberian modal usaha kecil juga dapat membantu mereka memulai usaha mandiri.  

2. Penegakan Hukum terhadap Eksploitasi Pengemis  
Eksploitasi pengemis oleh oknum tertentu harus ditangani dengan tegas. Pemerintah bisa bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk membongkar jaringan eksploitasi ini dan memberikan perlindungan kepada para pengemis yang menjadi korban.  

3. Pembangunan Infrastruktur Sosial  
Seperti yang diungkapkan oleh Ridwan Kamil, pembangunan infrastruktur sosial seperti rumah susun, fasilitas pendidikan gratis, dan layanan kesehatan masyarakat sangat penting untuk mengurangi beban hidup masyarakat miskin di kota. Dengan akses yang lebih baik, masyarakat miskin memiliki peluang untuk keluar dari lingkaran kemiskinan.  


Pengemis adalah wajah nyata dari kemiskinan kota yang tidak bisa diabaikan. Di balik fenomena ini, terdapat masalah ketimpangan sosial, eksploitasi, hingga kurangnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang layak. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga sosial. Dengan pemberdayaan, penegakan hukum, dan pembangunan infrastruktur sosial, kita bisa berharap bahwa fenomena pengemis tidak lagi menjadi wajah utama kemiskinan di kota. Sebaliknya, kota besar bisa menjadi tempat di mana setiap orang memiliki kesempatan yang adil untuk hidup lebih baik.
 
sumber berita: detikbbcantaranews

30 August 2013

Pusat Kemiskinan di Desa


 

mis
Kemiskinan

Kemiskinan di desa masih menjadi persoalan yang kompleks di Indonesia. Meskipun data menunjukkan adanya penurunan jumlah penduduk miskin secara nasional, seperti yang dilaporkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2013 dengan penurunan sebesar 0,52 juta orang, kenyataannya desa masih menjadi pusat konsentrasi kemiskinan. Banyak desa di Indonesia menghadapi tantangan besar, termasuk keterbatasan akses ke pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan lapangan pekerjaan. Artikel ini akan membahas lebih dalam tentang akar masalah kemiskinan di desa dan langkah-langkah pengentasan yang perlu dilakukan.  

Kemiskinan di Desa
Sebagian besar masyarakat desa masih hidup dengan keterbatasan sumber daya. Seperti yang diungkapkan dalam laporan Mongabay, masyarakat sekitar tambang Newmont adalah salah satu contoh nyata bagaimana desa bisa terjebak dalam lingkaran kemiskinan. Kehilangan hutan akibat aktivitas tambang menyebabkan masyarakat desa kehilangan sumber penghidupan utama mereka. Hutan yang selama ini menjadi tempat mencari kayu bakar, hasil hutan, hingga lahan pertanian, kini berubah menjadi kawasan tambang yang tidak memberikan manfaat langsung kepada warga setempat. Akibatnya, banyak warga yang tidak hanya kehilangan sumber ekonomi, tetapi juga identitas mereka sebagai masyarakat agraris.  Kemiskinan di desa juga tampak nyata di wilayah seperti Banguntapan, Yogyakarta, yang menjadi salah satu daerah dengan tingkat kemiskinan yang cukup tinggi. Sebanyak 1.058 Kepala Keluarga (KK) di daerah tersebut masuk dalam prioritas program pengentasan kemiskinan. Ini menunjukkan bahwa meskipun desa memiliki potensi besar, seperti sumber daya alam dan budaya lokal, tanpa pengelolaan yang tepat, potensi tersebut sering kali tidak mampu mengangkat masyarakat dari kemiskinan.  

Akar Masalah Kemiskinan di Desa
Ada beberapa faktor utama yang menyebabkan desa menjadi pusat kemiskinan:  
1. Keterbatasan Infrastruktur: Banyak desa yang masih terpencil dan sulit dijangkau, sehingga akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan peluang ekonomi menjadi sangat terbatas.  
2. Ketergantungan pada Sumber Daya Alam: Desa sering kali bergantung pada sektor agraris atau sumber daya alam lainnya. Ketika sektor ini terganggu, seperti akibat tambang atau bencana alam, ekonomi desa langsung terpukul.  
3. Kurangnya Peluang Kerja: Lapangan pekerjaan di desa sangat terbatas, terutama bagi generasi muda. Hal ini sering kali memicu urbanisasi, di mana generasi muda pindah ke kota untuk mencari pekerjaan, meninggalkan desa tanpa tenaga kerja produktif.  

Langkah-Langkah Pengentasan Kemiskinan
Pengentasan kemiskinan di desa membutuhkan pendekatan yang terintegrasi dan berkelanjutan. Berikut adalah beberapa langkah yang bisa dilakukan:  
1. Pengembangan Infrastruktur: Pemerintah perlu memprioritaskan pembangunan infrastruktur seperti jalan, listrik, dan internet di desa untuk membuka akses ke pendidikan, layanan kesehatan, dan peluang ekonomi baru.  
2. Diversifikasi Ekonomi Desa: Masyarakat desa perlu didorong untuk tidak hanya bergantung pada sektor agraris, tetapi juga mengembangkan usaha kecil, pariwisata lokal, dan industri kreatif.  
3. Pendampingan dan Pelatihan: Program pelatihan keterampilan, seperti pengolahan hasil tani atau kerajinan tangan, dapat membantu masyarakat desa meningkatkan nilai tambah dari produk mereka.  

Kesimpulan
Kemiskinan di desa adalah tantangan yang perlu diselesaikan dengan pendekatan menyeluruh. Desa memiliki potensi besar untuk berkembang, tetapi tanpa perhatian yang serius dari pemerintah dan masyarakat luas, potensi ini akan terus terpendam. Dengan pembangunan infrastruktur, diversifikasi ekonomi, dan pelatihan keterampilan, desa dapat menjadi pusat pertumbuhan baru yang tidak hanya mengentaskan kemiskinan tetapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Pengentasan kemiskinan di desa bukan hanya soal angka, tetapi soal memberikan harapan dan masa depan yang lebih baik bagi masyarakat Indonesia. 
 
berita:

27 September 2010

BPS 2010 : Indikator Kemiskinan BPS


bps
Indikator Kemiskinan

27 September 2010

Hasil perhitungan Survey Maret 2010, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat indikator kemiskinan Indonesia sebenarnya sudah setara US$ 1,7 per hari. World Bank sendiri menerapkan 2 indikator( 1 dolar untuk yang benar-benar miskin atau sipir dan US$ 2). Menurut BPS, US$ 2 di setiap negara itu memiliki nilai yang berbeda-beda sehingga tidak patut jika disamaratakan. Kalau US$ 1,7 itu dibandingkan negara-negara lain nggak terlalu jelek. Di India, China bahkan di bawah US$ 1. Itu berdasarkan daya beli (misalkan, US$1.7 itu cukup untuk makan di warung tegal).