PLTU Batu Bara: Penutupan, Dampak, dan Alternatif Energi
Batu Bara |
Penutupan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara menjadi isu penting dalam upaya global untuk mengurangi emisi karbon dan mengatasi perubahan iklim. Negara-negara maju, termasuk anggota G7, telah berkomitmen untuk menghentikan penggunaan batubara dalam pembangkit listrik mereka dalam beberapa dekade mendatang. Artikel ini akan membahas kesepakatan global, dampak sosial dan ekonomi, serta alternatif energi yang dapat menggantikan batubara.
Kesepakatan Global untuk Menutup PLTU Batubara
Negara-negara G7 telah mencapai kesepakatan untuk menutup PLTU batubara paling lambat pada tahun 2035, dengan komitmen untuk menghentikan penggunaan batubara secara bertahap pada paruh pertama tahun 2030-an. Kesepakatan ini memberikan sinyal kuat bahwa negara-negara maju serius dalam mengurangi emisi karbon dan mendukung transisi energi bersih. Pemerintahan Biden juga meluncurkan peraturan penting yang bertujuan mengurangi emisi berbahaya dari pembangkit listrik, yang mewajibkan fasilitas batubara dan gas alam baru untuk mengurangi 90 persen polutan iklim pada tahun 2032. Peraturan ini diperkirakan akan mengurangi emisi karbon dioksida dari sektor tersebut sebesar 75 persen dibandingkan tingkat pada tahun 2005.
Penutupan PLTU batubara memiliki dampak sosial dan ekonomi yang signifikan. Di Indonesia, penghentian operasi 72 PLTU batubara diperlukan untuk mendukung pencapaian target Emisi Nol Bersih. Namun, langkah ini juga akan menyebabkan kehilangan PDB sebesar Rp3,96 triliun, pengurangan tenaga kerja sebanyak 14.022 orang, dan pertambahan penduduk miskin sebanyak 3.373 orang. Untuk memitigasi dampak tersebut, pemensiunan dini PLTU batubara harus disertai dengan pembangunan pembangkit energi terbarukan. Skenario ini dapat menyumbang PDB sebesar Rp82,6 triliun, menyerap tenaga kerja sebanyak 639 ribu orang, dan menurunkan jumlah penduduk miskin sebanyak 153.755 orang.
PLN (Persero) melalui PT PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) berkomitmen untuk mengembangkan energi biomassa sebagai alternatif batubara. Implementasi cofiring biomassa telah dilakukan pada 36 unit PLTU dengan produksi energi bersih mencapai 575,4 GWh dan capaian penurunan emisi sebesar 570 ribu ton CO2e. Pada tahun depan, akan ada 52 PLTU yang menggunakan biomassa dengan total kebutuhan hingga 10,2 juta ton biomassa. Pengembangan energi biomassa sejalan dengan komitmen PLN untuk mengurangi emisi karbon melalui program cofiring PLTU. PLN EPI juga melibatkan partisipasi masyarakat dalam program penanaman biomassa, yang tidak hanya mendukung pasokan energi tetapi juga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat.
Penutupan PLTU batubara merupakan langkah penting dalam upaya global untuk mengurangi emisi karbon dan mengatasi perubahan iklim. Negara-negara maju, termasuk anggota G7, telah berkomitmen untuk menghentikan penggunaan batubara dalam pembangkit listrik mereka dalam beberapa dekade mendatang. Namun, penutupan PLTU batubara juga memiliki dampak sosial dan ekonomi yang signifikan, sehingga perlu adanya strategi mitigasi yang komprehensif. Alternatif energi bersih seperti biomassa dapat menjadi solusi untuk menggantikan batubara dalam masa depan energi dunia.
Kesepakatan Global untuk Menutup PLTU Batubara
Negara-negara G7 telah mencapai kesepakatan untuk menutup PLTU batubara paling lambat pada tahun 2035, dengan komitmen untuk menghentikan penggunaan batubara secara bertahap pada paruh pertama tahun 2030-an. Kesepakatan ini memberikan sinyal kuat bahwa negara-negara maju serius dalam mengurangi emisi karbon dan mendukung transisi energi bersih. Pemerintahan Biden juga meluncurkan peraturan penting yang bertujuan mengurangi emisi berbahaya dari pembangkit listrik, yang mewajibkan fasilitas batubara dan gas alam baru untuk mengurangi 90 persen polutan iklim pada tahun 2032. Peraturan ini diperkirakan akan mengurangi emisi karbon dioksida dari sektor tersebut sebesar 75 persen dibandingkan tingkat pada tahun 2005.
Penutupan PLTU batubara memiliki dampak sosial dan ekonomi yang signifikan. Di Indonesia, penghentian operasi 72 PLTU batubara diperlukan untuk mendukung pencapaian target Emisi Nol Bersih. Namun, langkah ini juga akan menyebabkan kehilangan PDB sebesar Rp3,96 triliun, pengurangan tenaga kerja sebanyak 14.022 orang, dan pertambahan penduduk miskin sebanyak 3.373 orang. Untuk memitigasi dampak tersebut, pemensiunan dini PLTU batubara harus disertai dengan pembangunan pembangkit energi terbarukan. Skenario ini dapat menyumbang PDB sebesar Rp82,6 triliun, menyerap tenaga kerja sebanyak 639 ribu orang, dan menurunkan jumlah penduduk miskin sebanyak 153.755 orang.
PLN (Persero) melalui PT PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) berkomitmen untuk mengembangkan energi biomassa sebagai alternatif batubara. Implementasi cofiring biomassa telah dilakukan pada 36 unit PLTU dengan produksi energi bersih mencapai 575,4 GWh dan capaian penurunan emisi sebesar 570 ribu ton CO2e. Pada tahun depan, akan ada 52 PLTU yang menggunakan biomassa dengan total kebutuhan hingga 10,2 juta ton biomassa. Pengembangan energi biomassa sejalan dengan komitmen PLN untuk mengurangi emisi karbon melalui program cofiring PLTU. PLN EPI juga melibatkan partisipasi masyarakat dalam program penanaman biomassa, yang tidak hanya mendukung pasokan energi tetapi juga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat.
Penutupan PLTU batubara merupakan langkah penting dalam upaya global untuk mengurangi emisi karbon dan mengatasi perubahan iklim. Negara-negara maju, termasuk anggota G7, telah berkomitmen untuk menghentikan penggunaan batubara dalam pembangkit listrik mereka dalam beberapa dekade mendatang. Namun, penutupan PLTU batubara juga memiliki dampak sosial dan ekonomi yang signifikan, sehingga perlu adanya strategi mitigasi yang komprehensif. Alternatif energi bersih seperti biomassa dapat menjadi solusi untuk menggantikan batubara dalam masa depan energi dunia.
0 comments :
Post a Comment