Badai Oplosan
![]() |
oplosan beras hingga minyak goreng |
Dalam beberapa waktu terakhir, istilah oplosan semakin sering muncul di berbagai pemberitaan Indonesia. Oplosan bukan hanya soal minuman keras ilegal yang membahayakan kesehatan, tapi kini merambah ke berbagai sektor perdagangan, mulai dari bahan bakar, minyak goreng, hingga beras. Fenomena ini menjadi perhatian serius karena dampaknya yang luas, tidak hanya bagi konsumen tapi juga bagi stabilitas ekonomi dan kepercayaan publik terhadap produk lokal.
Apa Itu Oplosan dan Bagaimana Praktek Ini Terjadi?
Secara sederhana, OPLOSAN adalah praktik mencampur atau menambahkan bahan-bahan yang tidak sesuai atau berbahaya ke dalam produk asli dengan tujuan memperbanyak volume atau menurunkan biaya produksi. Misalnya, dalam kasus minyak goreng, ada laporan bahwa minyak goreng oplosan beredar di pasaran, di mana minyak berkualitas rendah atau bahkan minyak bekas dicampur dengan minyak baru untuk dijual dengan harga yang lebih tinggi.
Praktek oplosan ini juga terjadi pada bahan bakar, seperti kasus Pertamax oplosan yang sempat menghebohkan. Ada pelaku usaha yang mencampur bahan bakar berkualitas dengan bahan yang lebih murah dan berpotensi merusak mesin kendaraan. Bahkan, kasus oplosan juga ditemukan pada beras, di mana beras kualitas rendah dicampur dengan beras premium untuk menipu konsumen.
Mengapa Praktek Oplosan Marak Terjadi?
Ada beberapa faktor yang menyebabkan praktek oplosan ini terus terjadi dan sulit diberantas diantaranya : Keuntungan Finansial Besar, Pengawasan yang Lemah, Kesadaran Konsumen yang Rendah serta Rantai Distribusi yang Panjang dan Kompleks.
Produk oplosan sering masuk melalui rantai distribusi yang panjang dan (diatur secara sistimatis) tidak transparan, sehingga sulit dilacak asal-usulnya. Karena produk tersebut merupakan kebutuhan hampir seluruh masyarakat maka rawan dimanfaatkan sebagai komoditi politik.
Akar Masalah : Kebijakan Subsidi
Subsidi pupuk telah meningkatkan produksi pertanian, tetapi distribusinya yang tidak merata sering kali menyebabkan penyalahgunaan dan penimbunan oleh pihak yang tidak berhak (Coady, D., Flamini, V., & Sears, L. M. 2015). Ironisnya, subsidi sering kali lebih menguntungkan kelompok berpenghasilan tinggi dibandingkan masyarakat miskin. Dalam kasus subsidi energi (dan juga gas), rumah tangga kaya cenderung memperoleh manfaat lebih besar karena mereka memiliki akses lebih besar terhadap sumber daya tersebut (Hamzah A & Nurdin HS, 2021).
Dampak Negatif Praktek Oplosan
Praktek oplosan membawa dampak yang sangat merugikan, baik secara individu maupun sosial-ekonomi diantaranya: Bahaya Kesehatan, Persaingan tidak sehat (Kerugian Ekonomi), Menurunkan Kepercayaan Konsumen, Meningkatkan Risiko Hukum dan Sosial (memicu konflik sosial dan ketidakstabilan pasar).
Bagaimana Pengawasan dan Penanganan Oplosan Saat Ini?
DPR dan pemerintah telah mulai meningkatkan pengawasan terhadap produk oplosan, terutama setelah kasus minyak goreng dan beras oplosan mencuat ke publik. Namun, pengawasan ini masih dianggap lambat dan belum menyentuh akar masalah.
Praktek oplosan di perdagangan Indonesia adalah masalah serius yang membutuhkan perhatian dan tindakan bersama. Tidak hanya pemerintah dan aparat penegak hukum, tapi juga masyarakat sebagai konsumen harus lebih cerdas dan waspada. Edukasi dan pengawasan (penegakan hukum) adalah kunci utama untuk memberantas praktek oplosan yang merugikan ini.
Apa Itu Oplosan dan Bagaimana Praktek Ini Terjadi?
Secara sederhana, OPLOSAN adalah praktik mencampur atau menambahkan bahan-bahan yang tidak sesuai atau berbahaya ke dalam produk asli dengan tujuan memperbanyak volume atau menurunkan biaya produksi. Misalnya, dalam kasus minyak goreng, ada laporan bahwa minyak goreng oplosan beredar di pasaran, di mana minyak berkualitas rendah atau bahkan minyak bekas dicampur dengan minyak baru untuk dijual dengan harga yang lebih tinggi.
Praktek oplosan ini juga terjadi pada bahan bakar, seperti kasus Pertamax oplosan yang sempat menghebohkan. Ada pelaku usaha yang mencampur bahan bakar berkualitas dengan bahan yang lebih murah dan berpotensi merusak mesin kendaraan. Bahkan, kasus oplosan juga ditemukan pada beras, di mana beras kualitas rendah dicampur dengan beras premium untuk menipu konsumen.
Mengapa Praktek Oplosan Marak Terjadi?
Ada beberapa faktor yang menyebabkan praktek oplosan ini terus terjadi dan sulit diberantas diantaranya : Keuntungan Finansial Besar, Pengawasan yang Lemah, Kesadaran Konsumen yang Rendah serta Rantai Distribusi yang Panjang dan Kompleks.
Produk oplosan sering masuk melalui rantai distribusi yang panjang dan (diatur secara sistimatis) tidak transparan, sehingga sulit dilacak asal-usulnya. Karena produk tersebut merupakan kebutuhan hampir seluruh masyarakat maka rawan dimanfaatkan sebagai komoditi politik.
Akar Masalah : Kebijakan Subsidi
Subsidi pupuk telah meningkatkan produksi pertanian, tetapi distribusinya yang tidak merata sering kali menyebabkan penyalahgunaan dan penimbunan oleh pihak yang tidak berhak (Coady, D., Flamini, V., & Sears, L. M. 2015). Ironisnya, subsidi sering kali lebih menguntungkan kelompok berpenghasilan tinggi dibandingkan masyarakat miskin. Dalam kasus subsidi energi (dan juga gas), rumah tangga kaya cenderung memperoleh manfaat lebih besar karena mereka memiliki akses lebih besar terhadap sumber daya tersebut (Hamzah A & Nurdin HS, 2021).
Dampak Negatif Praktek Oplosan
Praktek oplosan membawa dampak yang sangat merugikan, baik secara individu maupun sosial-ekonomi diantaranya: Bahaya Kesehatan, Persaingan tidak sehat (Kerugian Ekonomi), Menurunkan Kepercayaan Konsumen, Meningkatkan Risiko Hukum dan Sosial (memicu konflik sosial dan ketidakstabilan pasar).
Bagaimana Pengawasan dan Penanganan Oplosan Saat Ini?
DPR dan pemerintah telah mulai meningkatkan pengawasan terhadap produk oplosan, terutama setelah kasus minyak goreng dan beras oplosan mencuat ke publik. Namun, pengawasan ini masih dianggap lambat dan belum menyentuh akar masalah.
Praktek oplosan di perdagangan Indonesia adalah masalah serius yang membutuhkan perhatian dan tindakan bersama. Tidak hanya pemerintah dan aparat penegak hukum, tapi juga masyarakat sebagai konsumen harus lebih cerdas dan waspada. Edukasi dan pengawasan (penegakan hukum) adalah kunci utama untuk memberantas praktek oplosan yang merugikan ini.
sumber: humas_polri - video, bisnis, kompasTV, unesa
0 comments :
Post a Comment