Tata Niaga Pangan Diuji Oleh Beras Oplosan

07 August 2025

Tata Niaga Pangan Diuji Oleh Beras Oplosan


 

tat
beras oplosan

Kasus beras oplosan yang marak dengan beras premium yang dicampur beras kualitas rendah atau bahkan beras subsidi dan bahan kimia berbahaya menunjukkan kelemahan serius dalam sistem ketahanan pangan Indonesia. Praktik ini merugikan konsumen secara ekonomi hingga triliunan rupiah, menurunkan kepercayaan publik terhadap produk pangan, dan mengindikasikan lemahnya pengawasan mutu serta distribusi pangan. Selain kerugian finansial yang diperkirakan mencapai Rp99-100 triliun per tahun, pengoplosan beras berpotensi menurunkan nilai gizi, menimbulkan risiko kesehatan jangka panjang dari bahan kimia seperti pemutih dan pewangi buatan, serta memperburuk ketimpangan akses pangan terutama jika beras subsidi dialihkan ke pasar komersial.

Peneliti dan pakar menyebut kasus ini membuktikan tata niaga pangan yang cacat dan kurang transparan, sehingga sangat merusak stabilitas harga dan distribusi beras. Selain itu, praktik oplosan memperparah inflasi pangan dan menimbulkan keresahan serta kecurigaan konsumen. Kondisi ini menandai krisis perlindungan konsumen dan menyoroti perlunya perbaikan pengawasan serta penegakan hukum yang lebih tegas terhadap mafia pangan agar ketahanan pangan nasional tidak terus terganggu. Pemerintah telah mengambil tindakan penyelidikan dan menegaskan sanksi tegas karena praktik ini dianggap sebagai kejahatan ekonomi yang subversif terhadap rakyat.

Kasus beras oplosan memperlihatkan:
  • Kelemahan pengawasan mutu dan distribusi pangan nasional
  • Krisis kepercayaan konsumen/masyarakat terhadap produk pangan beras kemasan
  • Kerugian ekonomi besar bagi konsumen dan negara
  • Dampak pada stabilitas harga pangan dan inflasi
  • Adanya Risiko kesehatan dari konsumsi beras oplosan

Kelemahan tata niaga pangan memicu maraknya beras oplosan di Indonesia karena beberapa faktor di bawah ini:
  • Pengalihan alokasi beras subsidi ke pasar komersial: Dugaan keterlibatan beras subsidi yang seharusnya untuk kelompok rentan malah dialihkan ke pasar komersial juga memperparah masalah, karena beras yang seharusnya murah dicampur dengan beras komersial dan dijual sebagai premium, memperdalam ketimpangan akses pangan dan merugikan konsumen.
  • Lemahnya pengawasan mutu dan distribusi pangan: Sistem tata niaga pangan di Indonesia tidak beroperasi secara efektif dalam mengontrol kualitas dan distribusi beras. Dari 268 merek beras yang diuji Kementerian Pertanian, 79% melanggar standar mutu, terutama soal kadar patahan dan label premium yang tidak sesuai. Hal ini membuka celah bagi produk oplosan beredar tanpa terdeteksi dengan baik.
  • Asimetri informasi dan kurangnya pengendalian mutu: Konsumen seringkali tidak mendapat informasi yang benar dan transparan tentang kualitas beras yang ditawarkan, sehingga risiko tertipu beras oplosan menjadi tinggi. Kurangnya standar mutu nasional yang efektif dan penegakan hukum yang tegas juga memperparah kondisi ini.

sumber berita: nurepublikakompas

0 comments :

Post a Comment