UNESCO Membela Guru di Hadapan AI
![]() |
seklah indonesia dengan ai |
Data dari Opini Ahli
Sumber Data: forbes, sciencedirect, onlineprograms, nea
Mengajar adalah Profesi (Sangat) Manusiawi
UNESCO menegaskan bahwa mengajar bukan sekadar menyampaikan materi atau mengoreksi tugas. Mengajar adalah proses membangun hubungan, menumbuhkan empati, dan membimbing siswa secara emosional maupun moral. AI, secanggih apapun, tidak memiliki kemampuan untuk memahami nuansa emosi, membangun kepercayaan, atau menjadi teladan nilai-nilai kemanusiaan.
Guru berperan sebagai mentor, motivator, dan inspirator. Mereka mampu membaca situasi kelas, memahami perasaan siswa, dan menyesuaikan pendekatan mengajar sesuai kebutuhan individu. Inilah aspek yang tidak bisa tergantikan oleh AI, karena AI hanya mampu memproses data dan pola, bukan membangun relasi manusiawi .
AI Sebagai Alat Bantu, Bukan Pengganti
UNESCO menekankan bahwa AI seharusnya diposisikan sebagai alat bantu yang mendukung guru, bukan sebagai pengganti. AI dapat membantu mengotomatisasi tugas-tugas administratif seperti penilaian, absensi, atau analisis data pembelajaran. Dengan demikian, waktu guru bisa lebih banyak digunakan untuk berinteraksi langsung dengan siswa, membimbing diskusi, dan memberikan perhatian personal.
AI juga dapat membantu guru dalam mempersonalisasi pembelajaran, misalnya dengan memberikan rekomendasi materi sesuai kebutuhan siswa, atau mendeteksi siswa yang membutuhkan bantuan lebih awal. Namun, keputusan akhir dan sentuhan manusia tetap berada di tangan guru .
- 60% guru di Amerika Serikat sudah menggunakan AI di kelas, namun mayoritas melihat AI sebagai alat bantu, bukan pengganti.
- 98% guru ingin mendapatkan pelatihan lebih lanjut tentang penggunaan AI secara etis dan efektif.
- Kekhawatiran utama guru adalah potensi kehilangan interaksi manusiawi, keamanan data, dan risiko bias algoritma.
- Organisasi seperti UNESCO, NEA, dan AAUP sepakat bahwa guru harus tetap menjadi pusat proses pendidikan, dan AI hanya sebagai pendukung.
Sumber Data: forbes, sciencedirect, onlineprograms, nea
Mengajar adalah Profesi (Sangat) Manusiawi
UNESCO menegaskan bahwa mengajar bukan sekadar menyampaikan materi atau mengoreksi tugas. Mengajar adalah proses membangun hubungan, menumbuhkan empati, dan membimbing siswa secara emosional maupun moral. AI, secanggih apapun, tidak memiliki kemampuan untuk memahami nuansa emosi, membangun kepercayaan, atau menjadi teladan nilai-nilai kemanusiaan.
Guru berperan sebagai mentor, motivator, dan inspirator. Mereka mampu membaca situasi kelas, memahami perasaan siswa, dan menyesuaikan pendekatan mengajar sesuai kebutuhan individu. Inilah aspek yang tidak bisa tergantikan oleh AI, karena AI hanya mampu memproses data dan pola, bukan membangun relasi manusiawi .
AI Sebagai Alat Bantu, Bukan Pengganti
UNESCO menekankan bahwa AI seharusnya diposisikan sebagai alat bantu yang mendukung guru, bukan sebagai pengganti. AI dapat membantu mengotomatisasi tugas-tugas administratif seperti penilaian, absensi, atau analisis data pembelajaran. Dengan demikian, waktu guru bisa lebih banyak digunakan untuk berinteraksi langsung dengan siswa, membimbing diskusi, dan memberikan perhatian personal.
AI juga dapat membantu guru dalam mempersonalisasi pembelajaran, misalnya dengan memberikan rekomendasi materi sesuai kebutuhan siswa, atau mendeteksi siswa yang membutuhkan bantuan lebih awal. Namun, keputusan akhir dan sentuhan manusia tetap berada di tangan guru .
Guru di Pusat Transformasi Pendidikan
UNESCO secara aktif mengadvokasi agar guru tetap menjadi pusat inovasi pendidikan, meskipun teknologi berkembang pesat. Organisasi ini mendorong pemerintah dan institusi pendidikan untuk membuat kebijakan yang memastikan guru tidak tergantikan oleh AI, melainkan diberdayakan dengan teknologi untuk meningkatkan kualitas mengajar .
AI Membantu Mengatasi Masalah Besar di Dunia Pendidikan
Pengembangan Kompetensi Guru dalam Era AI
UNESCO telah merilis kerangka kompetensi AI untuk guru (AI Competency Framework for Teachers), yang bertujuan membekali guru dengan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai etis dalam menggunakan AI. Kerangka ini menekankan pentingnya:
Sekolah Indonesia
sumber bacaan: kompas, kontan, eropa-eu
UNESCO secara aktif mengadvokasi agar guru tetap menjadi pusat inovasi pendidikan, meskipun teknologi berkembang pesat. Organisasi ini mendorong pemerintah dan institusi pendidikan untuk membuat kebijakan yang memastikan guru tidak tergantikan oleh AI, melainkan diberdayakan dengan teknologi untuk meningkatkan kualitas mengajar .
AI Membantu Mengatasi Masalah Besar di Dunia Pendidikan
- Kelas yang Terlalu Besar: AI dapat membantu guru memantau perkembangan siswa secara individual, meski jumlah siswa banyak.
- Beban Administratif: AI mengotomatisasi tugas-tugas rutin, sehingga guru bisa fokus pada interaksi dan pembinaan karakter siswa.
- Pembelajaran yang Dipersonalisasi: AI mampu menganalisis kebutuhan belajar setiap siswa dan merekomendasikan materi atau latihan yang sesuai.
Pengembangan Kompetensi Guru dalam Era AI
UNESCO telah merilis kerangka kompetensi AI untuk guru (AI Competency Framework for Teachers), yang bertujuan membekali guru dengan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai etis dalam menggunakan AI. Kerangka ini menekankan pentingnya:
- Mindset Terbuka dan Adaptif: Guru didorong untuk terbuka terhadap perubahan dan siap belajar teknologi baru.
- Etika AI: Guru harus memahami isu privasi, bias, dan keadilan dalam penggunaan AI.
- Pengembangan Profesional Berkelanjutan: Guru perlu terus belajar dan mengembangkan diri agar tetap relevan di era digital.
Sekolah Indonesia
- Kesenjangan Digital: Hanya sekitar 54% sekolah di Indonesia yang memiliki akses internet stabil. Pemerintah dan swasta terus berupaya memperluas infrastruktur digital agar AI bisa dimanfaatkan secara merata.
- Literasi AI Guru: Banyak guru, terutama di daerah, masih membutuhkan pelatihan untuk memahami dan memanfaatkan AI secara efektif. Program pelatihan dan kolaborasi dengan perusahaan teknologi terus digalakkan.
- Konteks Lokal: AI diadaptasi agar sesuai dengan kebutuhan dan budaya lokal, termasuk mendukung pembelajaran multibahasa dan memperhatikan keragaman budaya Indonesia.
sumber bacaan: kompas, kontan, eropa-eu