Wamen PKP Bicara Data Tunggal
backlog 9,8 juta keluarga
Di balik (angka) Statistik tersebut , ada cerita tentang keluarga yang harus tinggal di rumah tak layak huni, anak-anak yang tumbuh di lingkungan kumuh, dan generasi muda yang makin sulit membeli rumah karena harga yang terus melambung.
Kenapa Backlog Perumahan dan Mengapa Terus Membesar?
Backlog adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan selisih antara kebutuhan rumah dengan jumlah rumah yang tersedia. Di Indonesia, backlog perumahan sudah menjadi masalah menahun. Data Kementerian PUPR menyebutkan, dari 9,8 juta keluarga yang belum punya rumah, 6 juta di antaranya tinggal di hunian yang tidak layak secara struktur dan sanitasi.
Mengapa backlog ini terus membesar? Ada beberapa faktor utama:
- Pertumbuhan penduduk yang pesat: Setiap tahun, jumlah keluarga baru bertambah, sementara pembangunan rumah tak selalu bisa mengimbangi.
- Perubahan pola keluarga: Rata-rata jumlah anggota keluarga menurun, sehingga kebutuhan rumah bertambah.
- Urbanisasi: Banyak orang pindah ke kota untuk mencari kerja, tapi ketersediaan rumah di perkotaan terbatas.
- Harga rumah yang melambung: Kenaikan harga tanah dan material membuat rumah semakin sulit dijangkau, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Salah satu akar masalah yang sering diabaikan adalah ketidaksinkronan data. Selama ini, data kebutuhan dan distribusi rumah tersebar di berbagai kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih program, salah sasaran bantuan, bahkan ada keluarga yang mendapat bantuan ganda, sementara yang benar-benar membutuhkan justru terlewat.
Wamen PKP Fahri Hamzah menegaskan, kebijakan perumahan harus berbasis data tunggal. Tanpa data yang akurat dan terintegrasi, mustahil pemerintah bisa menargetkan bantuan secara tepat dan efisien .
Apa Itu Data Tunggal?
Data tunggal adalah sistem data terintegrasi yang menjadi satu-satunya rujukan dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan perumahan. Dengan data tunggal, semua pihak—mulai dari pemerintah pusat, daerah, hingga pengembang—mengacu pada satu sumber data yang sama, sehingga program perumahan bisa lebih tepat sasaran dan transparan .
Mengapa Data Tunggal Penting?
- Menghindari tumpang tindih dan salah sasaran: Satu keluarga hanya tercatat sekali, sehingga bantuan tidak dobel dan yang benar-benar membutuhkan tidak terlewat.
- Efisiensi anggaran: Dana negara bisa digunakan lebih optimal karena program lebih terarah.
- Transparansi dan akuntabilitas: Masyarakat bisa ikut mengawasi, sehingga potensi korupsi dan manipulasi data bisa ditekan.
- Dasar digitalisasi layanan publik: Data tunggal menjadi fondasi transformasi digital di sektor perumahan.
Pemerintah, melalui Kementerian PUPR, sedang membangun sistem antrian digital berbasis Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN). Sistem ini akan memprioritaskan distribusi rumah berdasarkan kebutuhan yang terverifikasi, bukan lagi berdasarkan rekomendasi manual atau subjektif .
Backlog perumahan adalah masalah besar, tapi bukan tanpa solusi. Kunci utamanya adalah kebijakan berbasis data dengan fondasi data tunggal. Dengan satu data yang akurat, pemerintah bisa merancang program yang lebih efektif, efisien, dan adil. Namun, keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung kountinitas kegiatan memperbaiki sistem data yang pada ujungnya terlihat pada level percepatan birokrasi serta mampu mempertahankan konsep hak yang sama untuk tinggal di rumah yang layak untuk seluruh keluarga di Indonesia.
sumber bacaan: metrotvnews, kontan, antara